Kondisi sektor kehutanan dan lingkungan hidup saat ini sedang menjadi sorotan karena masih tingginya degradasi dan kerusakan sumberdaya hutan (613,5 ribu ha pada tahun 2013), sumbangan terhadap domestic bruto yang rendah dan terjadinya berbagai bencana alam yang sebagian besar penyebabnya ditudingkan ke sektor kehutanan. Sektor kehutanan bukan lagi menjadi sektor unggulan dalam pembangunan Indonesia. Luas kawasan hutan dan perairan yang mencapai kurang lebih 120 juta hektar dengan pengelolaan yang dianggap carut-marut justru dianggap sebagai penghambat pembangunan. Pembangunan berbagai sektor yang bersinggungan dengan kawasan hutan (khususnya alih peruntukan kawasan hutan), baik langsung maupun tidak langsung justru merasa terhambat dan mengkambinghitamkan keberadaan kawasan hutan yang sudah semestinya justru harus dipertahankan agar fungsi-fungsi hutan tetap baik untuk lingkungan dan produksi berkelanjutan. Oleh karenanya, terjadi tarik-menarik kepentingan antara pihak kehutanan dan non-kehutanan untuk merubah fungsi hutan menjadi peruntukan lain, seperti perkebunan kelapa sawit, pertambangan, pertanian, transmigrasi, minyak dan gas, dan sebagainya. Kondisi ini diperparah dengan peraturan perundang-undangan tentang kehutanan, tata ruang, dan khususnya sistem pengurusan perizinan sektor kehutanan yang masih belum baik, yang masih menyisakan banyak lubang-lubang yang memungkinkan terjadinya peluang “negosiasi dan main mata” antara pengusaha dengan penguasa berkenaan dengan proses alih fungsi dan alih peruntukan tersebut. Saat ini alih fungsi, alih peruntukan kawasan hutan dan dinamika pengurusan perizinan (misal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH) ditengarai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu lahan terjadinya banyak pelanggaran oleh berbagai pihak.
Sejauh ini rimbawan termasuk alumni Fakultas Kehutanan UGM telah dan akan selalu berkiprah dalam pengurusan hutan dan kehutanan, mulai dari penyusunan berbagai kebijakan, konsep-konsep pemikiran, strategi, metode dan teknik kelola hutan dengan tujuan agar tercapai suatu pengelolaan hutan yang lestari baik fungsi lingkungan dan produksinya serta usaha implementasinya. Hanya saja hasil dari pengeloaan hutan hingga saat ini menunjukan telah terjadinya berbagai hal negatif seperti tersebut di atas. Kondisi hutan saat ini yang dianggap telah terdegradasi itu menjadi pertanyaan besar tentang keseriusan, peran nyata dan sumbangsih rimbawan.
Sebagai upaya untuk turut memperbaiki pengelolaan hutan di Indonesia maka rangkaian Dies Natalis ke-52 Fakultas Kehutanan UGM selain akan menyelenggarakan Sidang Senat Terbuka dan Pidato Dies dengan Tema: “Mengembalikan Tata Kelola Hutan Indonesia yang Berkeadilan untuk Kesejahteraan Rakyat”, juga akan menyelenggarakan Seminar Hasil Riset Kehutanan yang akan dikemas dalam “Riset Kehutanan Update 2015”. Selain itu rimbawan Bulaksumur juga akan mempertajam langkah penyelamatan hutan Indonesia melalui “Konsolidasi Kagamahut: Membangun Aksi Peduli Hutan Indonesia (MA-PHI)”. Diharapkan dari rangkaian Dies Natalis ke-52 Fakultas Kehutanan UGM menjadi bagian penting dari penyelamatan hutan dan kehutanan Indonesia.