Kehutanan UGM, 30 Mei 2016 – Dalam rangka memperkaya khasanah pengetahuan, memperluas informasi, dan pemahaman bagi para dosen dan mahasiswa mengenai pengelolaan lahan gambut, pada hari Jum’at/27 Mei 2016 di Fakultas Kehutanan UGM diadakan Studium General Kehutanan dan Lingkungan dengan topik “Pengelolaan Lahan Gambut: Permasalahan, Tantangan, dan Harapan” dengan menghadirkan Ir. Nazir Foead, M.Sc. (Kepala Badan Restorasi Gambut) dan Ir. Purwadi Soeprihanto, M.EP. (Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia).
Kuliah umum ini juga menandai akhir dari perkuliahan Semester II 2015/2016. Di luar dugaan, antusiasme peserta untuk menghadiri kuliah umum ini luar biasa. Kehadiran peserta mencapai 311 orang, melebihi kapasitas ruang Auditorium yang normalnya hanya 175 orang. Sebagian peserta terpaksa duduk lesehan.
Pasca dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, dalam paparannya Ir. Nazir Foead di hadapan peserta yang memadati ruang Auditorium Fakultas Kehutanan UGM, beliau menyampaikan bahwa “Indonesia adalah negara tropis yang memiliki lahan gambut terluas di dunia, yang tersebar di tiga pulau yaitu Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Fungsi jasa lingkungan dari ekosistem gambut cukup vital karena lahan gambut merupakan penyimpan cadangan air, penyimpan stok karbon dan juga biodiversity. Selama ini lahan gambut dimanfaatkan untuk pemanfaatan tradisional, perikanan, HPH/HTI, sawah pasang surut, dan juga perkebunan. Namun demikian dalam pengelolaan gambut tersebut dilakukan sistem kanalisasi dengan membuat saluran untuk mengeringkan gambut yang dapat berdampak pada meningkatnya bahaya kebakaran lahan, subsidence, emisi gas rumah kaca, banjir dan kehilangan biodiversity”.
Nazir menjelaskan pula bahwa saat kebakaran tahun 2015 seluas 2,3 juta ha, walaupun luas lahan gambut yang terbakar kurang dari 1 juta ha namun 90% asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut berasal dari lahan gambut yang terbakar. Dampak dari kebakaran tersebut menyebabkan puluhan jiwa korban, ratusan ribu penduduk (setidaknya di 6 provinsi) mengalami penyakit gangguan ISPA, dan menyebabkan kerugian ekonomi USD 16 M. Oleh karena itu perlu dilakukan restorasi gambut untuk mengembalikan fungsi ekosistem gambut melalui kegiatan rewetting, revegetasi, species adjustment, penyesuaian zonasi, dll. Badan Restorasi Gambut, sebagai lembaga baru bentukan Presiden Jokowi tahun 2015 diberi mandat untuk melakukan restorasi gambut seluas ± 2 juta ha. Mengingat peliknya permasalahan dalam kelola lahan gambut tersebut, sinergi para pihak untuk bersama-sama berperan aktif sangat diperlukan dalam kegiatan restorasi gambut tersebut.
Selain Kepala BRG, pembicara lain yang hadir adalah Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Ir. Purwadi Soeprihanto, M.EP. Senada dengan apa yang dipaparkan oleh Nazir, Purwadi juga menyampaikan permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan lahan gambut. Menurutnya, di tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan tersebar di semua peruntukan lahan baik di kawasan hutan maupun non kawaasan hutan yang belum berizin, di areal perusahaan (kebun, HTI dll), dan lahan masyarakat. Dari luas kebakaran hutan 56% berada diluar kawasan konsesi, 20% di konsesi perkebunan sawit, 16% dikonsesi HTI, dan 8% di konsesi HPH. Pola pembakaran lahan gambut di areal izin ada 3 pola yaitu: a). faktor okupasi, b). faktor penjalaran api dari kawasan open acces, dan c). keterbukaan akses.
Mengingat kompleksitas permasalahan dan melibatkan banyak pihak, maka dalam penanganannya harus dilakukan secara komperehensif dan perlu kerjasama kolaborasi para pihak. Ke depan untuk perbaikan tata kelola gambut APHI dan anggota nya akan melakukan kanal blocking, rewetting, pemetaan, dan zonasi. Salah satu hal yang penting dalam upaya tersebut adalah perlunya pelibatan aktif masyarakat dalam program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, baik melalui program Desa Makmur Bebas Api, Desa Bebas Api, ataupun Kampung Iklim.
Setelah pemaparan 2 narasumber, Ir. Oka Karyanto, M.Sc. menfasiltiasi diskusi dengan para peserta. Para mahasiswa sangat antusias dan banyak menggali informasi terkait permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan lahan gambut. Setelah berlangsung sekitar 3 jam, kuliah umum ini secara resmi ditutup oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM. (TY)