Yogyakarta (28/6) Teknologi radio telemetri merupakan alat bantu untuk mendapatkan informasi tentang satwa secara jarak jauh dengan memanfaatkan gelombang radio. Oleh karena itu, dalam rangkaian kegiatan workshop “Radio Telemetry for Wildlife Study” dimulai dengan seminar yang berlangsung di Ruang Multimedia Lantai 3 Gedung A Fakultas Kehutanan UGM pada hari Kamis, 27 Juli 2019. Kegiatan seminar dibuka oleh Dr. Muhammad Ali Imron selaku Wakil Dekan III Fakultas Kehutanan UGM dan ketua Wildlife Conservation Forum (WCF) Yogyakarta.
Kegiatan workshop ini diselenggarakan oleh Wildlife Conservation Centre Laboratorium Satwa Liar Fakultas Kehutanan UGM dengan tujuan untuk mengenalkan radio telemetri sebagai teknologi masa kini yang berguna untuk pengelolaan satwa liar. Narasumber workshop adalah Dr. Marco Campera dari Oxford Brookes University, Inggris dan Dr. Michela Balestri dari Little Fire Project. Dalam acara seminar juga turut hadir anggota WCF. Oleh karena itu, seminar kali ini juga merupakan kegiatan rutin WCF yang diadakan pada setiap bulan.
Dr. Marco Campera selaku peneliti satwa liar memanfaatkan radio telemetri untuk tesis dan disertasinya. Menurut Dr. Marco, radio telemetri dapat digunakan untuk meneliti pergerakan satwa, pola aktivitas satwa, seleksi habitat oleh satwa, hingga hubungan intraspesifik dan interspesifik satwa.
Penelitian menggunakan radio telemetry sangat bermanfaat untuk meneliti jenis primata yang cryptic atau disebut satwa yang susah dijumpai. Meneliti jenis primata yang susah dijumpai akan membutuhkan usaha yang lebih banyak, terutama jika meneliti perilakunya. Namun, hal tersebut akan setimpal dengan hasil yang didapatkan, karena penelitian mengenai jenis primata cryptic masih terbatas dan banyak data yang masih di luar jangkauan. “Ketika ingin mendapatkan informasi mengenai primata cryptic sering kali sangat susah untuk melihat atau mencari keberadaan jenis tersebut, sehingga cara alternatif yang bisa digunakan untuk membantu mengumpulkan informasi jenis-jenis cryptic adalah menggunakan radio telemetri” ungkap Dr. Marco.
Narasumber juga memberikan penjelasan mengenai komponen dari radio telemetri. Setidaknya, ada tiga komponen utama dalam radio telemetry, yaitu receiver, antena, dan collar. Radio telemetri dapat digunakan untuk penelitian berbagai jenis satwa liar. Semakin luas pergerakan satwa maka usaha peneliti juga semakin besar dan tentunya biaya juga lebih banyak. “Berat collar kira-kira kurang dari 5% berat tubuh, dipasang melingkari tubuh dan biasanya di leher, jadi harus dipertimbangkan sela antara collar dan tubuh” tambah Dr. Marco.
Pada kesempatan ini, Dr. Marco dan Dr. Michela juga menjelaskan kegiatannya di Indonesia. Mereka berdua tergabung dalam sebuah kegiatan konservasi satwa bernama Little Fireface Project (LFP). LFP memulai proyek sejak tahun 2012 di Cipaganti, Garut, Jawa Barat. Proyek ini bertujuan untuk melindungi kukang dari kepunahan melalui penelitian, pendidikan, dan pemberdayaan. Beberapa aksi konservasi dari LFP yaitu meneliti kukang di habitat alaminya, pembinaan agroforestry di habitat kukang, hingga pendidikan lingkungan kepada masyarakat. “LFP merupakan kegiatan konservasi kukang terlama yang pernah ada” ungkap Dr. Michela.