Webinar seri ke-4 dalam rangka Dies Natalis ke-57 fakultas Kehutanan diselenggarakan pada (1/10) dengan topik bahasan “Mosaik Lanskap Berkelanjutan: Jalan Rekonsiliasi untuk Menurunkan laju Deforestasi, Meningkatkan Ketahanan pangan dan Mmepertahankan Pertumbuhan Ekonomi. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Kehutanan dengan Tim Strategi Jangka Benah FKT UGM. Acara yang berlangsung mulai pukul 09.00 dibuka oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM (Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc.), kemudian dipandu oleh Dr. Ari Susanti, S.Hut., M.Sc. (Dosen Fakultas Kehutanan UGM) sebagai moderator. Acara yang berlangsung secara daring ini menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya, diantaranya adalah Ir. KRT H. Darori Wonodipuro, MM. (Anggota Komizi IV DPR RI), Dr. Ir. Musdalifah Machmud, M.T. (Deputi II, Kemenko Perekonomian RI), dan Dr. Ir. RA. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen PKTL, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Pembahas dalam webinar ini yaitu Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko (Kepala Pusdi Agroekologi dan Sumberdaya Lahan UGM, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM), dan Riki Frindos, CESGA, CAIA (Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI).
Sesi paparan pertama disampaikan oleh Ir. KRT Darori Wonodipuro tentang “Omnibus Law: mungkinkah menjadi jalan rekonsiliasi untuk menurunkan laju deforestasi, meningkatkan ketahanan pangan, dan mempertahankan pertumbuahan ekonomi?”. Dalam pemaparannya, Beliau menyampaikan bahwa penutupan kawasan hutan yang diatur dalam peraturan pemerintah harus dengan tegas untuk diterapkan baik di Indonesia, karena hal ini dilakukan untuk menghalau deforestasi berupa alih fungsi lahan. Selain itu, saat ini arah pengelolaan kawasan hutan yaitu pada ketahanan pangan yang dapat disuplai oleh sektor kehutanan melalu produksi hasil hutan non kayu. Lebih lanjut lagi beliau menyampaikan bahwa dalam penataan kawasan hutan terkait omnibus law, sanksi-sanksi administrative maupun pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perseorangan maupun korporasi diakomodasi pada undang-undang yang digodog oleh pemerintah.
Pemaparan kedua disampaikan oleh Dr. Ir. Musdalifah Machmud, M.T. (Deputi II bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian RI) tentang Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan Melepaskan Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketahanan pangan dengan Degradasi Lingkungan. Beliau menyampaikan bahwa pembangunan saat ini berdasarkan SDGs yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan juga lingkungan. Kebertimbangan antara seluruh aspek ini merupakan kondisi yang harus dicapai oleh Indonesia guna menggapai tujuan dari SDGs. Paparan beliau menekankan bahwa sektor pertanian dalam Pertumbuhan PDB Indonesia semakin bertumbuh dan menjadi sektor tumbuh yang tertinggi. Dukungan ini datang dari subektor pangan, perkebunan, hortikultura, dan jasa pertanian. Peluang Pertumbuhan Ekonomi Hijau Berdasarkan Sektor khussunya dari Sumberdaya Alam terbarukan termasuk Kehutanan mencapai 14%. Dalam paparan ini, dibahas tentang arah kebijakan pemerintah dalam hal ketahanan pangan dan ruang hutan yang terdiri dari moratorium lahan sawit, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B), UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan (*luas kawasan hutan minimum yang harus dipertahanakan Pemprov), serta replanting tanaman perkebunan+mix farming.
Pemaparan ketiga disampaikan oleh Dr. Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, dan Tata Lingkungan, KLHK). Beliau menampilkan perubahan luas penutupan hutan selama 3 dekade khususnya tentang deforestasi, dan data kehutanan. Beliau menampilkan data kehutanan yang valid untuk digunakan dalam perencaanan kawasan sesuai dengan peruntukannya. Lebih lanjut, beliau menampilkan luas tutupan hutan di Indonesia tahun 2019 yang terdiri dari hutan dan non hutan, lebih spesifik lagi pada klasifikasi tutupan lahan sesuai standar nasional Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa Instrumen ekonomi lingkungan hidup merupakan seperangkat kenbijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah atau setiap orang kea rah pelestarian fungsi lingkungan hidup (( UU32/2009 dan PP 46/2017). Pengelolaan hutan dilakukan secara baik namun tidak merusak kondisi lingkungan. Saat ini sektor kehutanan Indonesia pun telah berkomitmen untuk menurunkan Emisi gas Rumah Kaca (GRK) dengan target 29% unconditional, dan 41% conditional di tahun 2030. Disampaikan pula bahwa saat ini arah kebijakan yang harus dilakukan seharusnya berada apda tahap intensifikasi, tidak terus menerus ekstensifikasi.
Materi webinar dapat diunduh di tautan berikut: https://drive.google.com/drive/folders/1CloOYDvNcYiH71iDNSnrdR1A_gb65V-d?usp=sharing