(30/09) Research Update #5 yang diselenggarakan dalam rangkaian Dies Natalis ke-58 Fakultas Kehutanan UGM mengulas areal kawasan beserta tutupan lahan pasca diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker atau UU CK) pada 2020 lalu.
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber lintas bidang, yaitu Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc., Ph. D. (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Prof. Ir. Chay Asdak. M.Sc., Ph.D. (Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran), serta Prof. Dr. Ir. Wahyu Andayani, S.U., M.S. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada). Acara ini juga dimoderatori oleh Dr. Wahyu Wardhana, S.Hut., M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada).
Topik diskusi dilatarbelakangi oleh adanya penghapusan luas minimum 30% luas kawasan hutan dan penutupan hutan tiap daerah pada UU No 11 Tahun 2020 atau Undang-Undang Cipta Kerja yang sebelumnya tercantum dalam UU Kehutanan No 41 Tahun 1991. Adanya pembaharuan ini selayaknya perlu dikaji oleh akademisi lantas disosialisasikan kepada masyarakat luas supaya tercipta perspektif bersama dalam mewujudkan kelestarian hutan, seperti yang coba dilakukan Fakultas Kehutanan UGM pada webinar kali ini.
Sesi webinar dimulai dengan pengantar yang disampaikan oleh Dr. Wahyu Wardhana, S.Hut., M.Sc. Ia menuturkan bahwa beberapa variasi karakteristik akan berimplikasi pada jaminan luas kawasan hutan dan tutupan lahan. Variasi tersebut antara lain: karakteristik biogeofisik, pertimbangan terhadap daya dukung dan daya tampung, karakteristik DAS, serta keanekaragaman fauna. Adanya hal ini diharapkan dapat memberi manfaat positif pada proses administrasi kehutanan. Sesi pengantar ini diakhiri Wahyu dengan melempar pertanyaan kepada narasumber terkait dengan kehadiran luas minimal hutan yang harus dipertahankan.
Pemaparan materi diawali oleh Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc., Ph. D. selaku Direktur Inventarisasi SDH Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian LHK. Di awal, Belinda menjelaskan mengenai kawasan serta penutupan lahan hutan sesuai kondisi terkini. Berkaitan dengan UU CK, ia menyampaikan bahwa penetapan luasan minimal harus memperhatikan daya dukung lahan dan kondisi biogeofisiknya secara komprehensif. Hal itu dijelaskan lebih mendetail melalui Permen LHK No 7 Tahun 2021 dimana kriteria yang disebutkan Wahyu pada sesi pengantar harus mengoptimalkan manfaat lingkungan, manfaat sosial dan budaya, serta manfaat ekonomi dan produksi. Kedepannya, penetapan kawasan akan melalui pendekatan landscape di tiap wilayah administrasi.
Narasumber berikutnya, Prof. Ir. Chay Asdak. M.Sc.dari Universitas Padjadjaran mengulas tentang bagaimana memandang keselarasan landscape dengan fungsi ekologi, sosial, serta ekonomi. Dalam paparannya, Asdak menyampaikan bahwa ketiadaan angka spesifik luasan hutan minimum membuat kita memandang hutan melampaui fungsi administratifnya. Hal mempertimbangkan pengelolaan fungsi hidrologi seperti DAS, pemanfaatan jasa ekosistem, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, terdapat 9 kriteria dan indikator kecukupan tutupan hutan yang perlu diperhatikan (gambar terlampir).
Terakhir, sesi webinar memuat judul Luas Optimal Kawasan Hutan Dari Fungsi Ekonomi Hutan Serbaguna (HSG) yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Wahyu Andayani, S.U., M.S., Guru Besar Ekonomi Kehutanan Fakultas Kehutanan UGM. Secara umum, ia menyampaikan bahwa aspek ekonomi dalam kehutanan harus bisa compromise, sehingga dapat meminimalisir konflik tenurial. Hal ini dapat dicapai dengan pembangunan HSG yang mengimplementasikan diversifikasi komoditas baik secara horizontal maupun vertikal. Selain itu, HSG juga diharap mampu menjadi bagian dari ekonomi inklusif (ramah lingkungan).
Webinar ditutup dengan sesi tanya jawab yang didominasi oleh pertanyaan operasional terkait dengan kepastian kawasan hutan. Berbagai pertanyaan dan tanggapan yang dilontarkan melalui fitur Zoom Meeting menggambarkan antusiasme peserta pada topik webinar kali ini.
Materi webinar dapat diunduh pada tautan berikut: http://ugm.id/materiSNRU
(Oleh: Erliza Cikal)