Yogyakarta, 11 Oktober 2022. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menggelar seminar series dalam rangkaian Dies Natalis ke-59. Rangkaian kegiatan seminar dies natalis ke-59 diawali dengan seminar series #1 dengan topik “Kontribusi Pemikiran Rimbawan Bulaksumur Dalam Pemecahan Persoalan Kehutanan Nasional”. Rangkaian seminar dalam rangka dies natalis ke-59 Fakultas Kehutanan UGM dilanjutkan dengan seminar series #2 dengan topik bahasan “Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan untuk Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim”.
Seminar series #2 kali ini bertempat di Auditorium Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Para peserta seminar dapat menghadiri seminar secara bauran (blended) dengan jumlah peserta luring 90 peserta dan 350 peserta secara daring. Acara dimulai pada pukul 08.30 WIB dan ditutup pada 12.00 WIB.
Kegiatan seminar series diawali dari pembukaan oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Sigit Sunarta. Pada sesi pembuka Dr. Sigit Sunarta menyampaikan bahwa tema ini dipilih karena saat ini manusia bukan lagi menghadapi mitos, tetapi kenyataan perubahan iklim. Terlebih lagi, sektor kehutanan cenderung dituntut pertanggung jawaban. Oleh karena itu, strategi seperti apa yang dapat dipilih untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi sangat penting.
Acara dilanjutkan dengan sesi inti yang dipandu oleh Emma Soraya, Ph.D. dari Fakultas Kehutanan UGM. Narasumber pada seminar series #2 antara lain, Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc., Ph.D. (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia); Jany Tri Raharjo,S.Hut., M.Ec.Dev., M.P.P. (Kelompok Kerja Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, BRGM); Rama Zakaria, M.Sc. (PT Tirta Investama, Danone Aqua); dan Prof. Dr. Christine Wulandari (Universitas Lampung).
Sejalan dengan apa yang telah disampaikan diawal oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc., Ph.D. menyebutkan bahwa adaptasi dan mitigasi perubahan iklim merupakan aktivitas kolektif karena lintas disiplin, lintas sektor, dan lintas generasi. Pada saat sesi paparan, beliau menyampaikan skema FOLU Net Sink dimana diharapkan pada 2030, sektor kehutanan mampu berperan sebagai sink, melalui sejumlah usaha seperti pengurangan emisi, restorasi dan perbaikan tata air, peningkatan kapasitas hutan alam dalam penyerapan karbon, rehabilitasi hutan dan aforestasi, pengelolaan hutan lestari, optimasi lahan tidak produktif, serta mempertahankan hutan yang ada. Ketujuh sasaran kerja dirangkum dalam tiga klasifikasi, yakni aksi pengurangan emisi, aksi peningkatan serapan, dan aksi mempertahankan serapan.
Lebih lanjut, perbincangan tentang perubahan iklim tidak bisa dilepaskan dari kontribusi ekosistem mangrove dan gambut sebagai simpanan karbon biru. Jany Tri Raharjo, S.Hut., M.Ec.Dev., M.P.P. menyebutkan bahwa kondisi kerusakan tingkat sedang hingga berat ekosistem gambut di Indonesia mencapai 3 juta Ha, sedangkan pada ekosistem mangrove terdapat proyeksi deforestasi seluas 299.258 Ha yang disebabkan salah satunya oleh perubahan menjadi tambak.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa perubahan iklim memerlukan aksi kolektif. Pada seminar series #2 turut menghadirkan dari sektor swasta. Pada sesi paparan dari Rama Zakaria, M.Sc. menunjukkan bahwa sektor swasta turut berperan dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Aksi mitigasi dan adaptasi diimplementasi dalam wujud yang beragam, baik ditinjau dari bentuk program maupun pemilihan lokasi yang terbentang dari hulu ke hilir. Sektor swasta dapat berperan dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara langsung dalam proses bisnis yang dijalankan, misalnya dengan modifikasi bahan baku, kemasan, peralatan, dan lain-lain.
Berbicara tentang perubahan iklim adalah berbicara perubahan jangka panjang. Pada kesempatan ini, Prof. Christine Wulandari mengingatkan tentang keberlanjutan setiap program atau aksi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hal ini penting mengingat, perubahan iklim telah menyasar lintas generasi. Sejalan dengan hal tersebut, beliau menyebut, setidaknya terdapat 3 hal yang harus dipenuhi yakni program, kebijakan, dan kelembagaan.
Pada akhir sesi seminar, Widiyatno, Ph.D. selaku wakil dekan bidang penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan kerjasama Fakultas Kehutanan UGM menyatakan bahwa secara prinsip hutan merupakan sesuatu yang perlu dipertahankan. Kontribusi antar pemangku kepentingan adalah hal yang perlu diperhatikan. Jika tidak, maka eksistensi dari hutan yang akan terancam. Tinjauan dari beragam perspektif sangat diperlukan sehingga mampu memberi dampak hulu hilir sehingga hutan lestari dapat dicapai dimasa mendatang. Adanya strategi yang tepat mampu menguatkan posisi hutan untuk terus dijaga dan terjaga sehingga nilai hutan yang sering dikatakan dengan nilai ekologi terus muncul tanpa menghilangkan nilai lainnya.
Seminar series #2 ini bukan merupakan akhir, masih terdapat rangkaian seminar yang akan diselenggarakan pada Hari Kamis, 20 Oktober 2022 dengan tajuk Seminar Nasional Research Update mengusung tema, “Menilai yang Tak Ternilai: Kontribusi Sektor Kehutanan untuk Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan dan Mitigasi Perubahan Iklim”. Dalam rangka untuk memperluas dampak dan manfaat, tautan pendaftaran Seminar Nasional Research Update dan paparan seminar yang diadakan oleh Fakultas Kehutanan UGM, melalui rilis ini kami turut melampirkan dokumen paparan masing-masing pembicara pada seminar series #2.
Salam lestari!
– – – –
Tautan pendaftaran Seminar Nasional Research Update (SNRU): ugm.id/semnasfkt2022
Tautan materi paparan seminar series #1: ugm.id/materiseminardies1
Tautan materi paparan seminar series #2: ugm.id/materiseminardies2