Fakultas Kehutanan UGM menyelenggarakan General Lecture 2023 bertemakan “Hortus Botanicus Leiden 430 Years Challenges in Asian Botany”,11 Mei 2023. Kegiatan tersebut menghadirkan Direktur Hortus Botanicus Leiden (HBL), Prof. Paul Kessler dan diikuti sekitar 160 peserta, baik tenaga pendidik, UPT di lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan regional Yogyakarta, mahasiswa dan peserta umum. Kegiatan ini bekerja sama dengan Universitas Leiden untuk meningkatkan atmosfir akademik dan global talk tentang tantangan dan peluang penyelamatan keanekaragaman hayati di Indonesia dan dunia.
Acara dibuka oleh Dekan Fakultas Kehutanan, Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., Ph.D., IPU. Dekan menyampaikan bahwa, Universitas Leiden telah berdiri sejak abad ke-16 dan memiliki sejarah panjang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosial humaniora. Salah satu situs ikoniknya adalah HBL sebagai kebun raya tertua di Belanda. HBL memiliki banyak koleksi tanaman dari berbagai belahan dunia, khususnya Asia.
Prof. Paul Kessler menginspirasi peserta untuk mengelola secara serius vegetasi yang terdapat di UGM. Kepedulian terhadap vegetasi sebagai bagian dari kebudayaan dalam rangka menghargai alam dan menginspirasi generasi mendatang.
Pada saat ini tantangannya adalah fakta bahwa keanekaragaman hayati Indonesia semakin menurun, perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan, dan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi maka banyak sumber daya yang tereksploitasi. Untuk itu, perlu meningkatkan kesadaran dan mencari solusi inovatif berdasarkan ilmu pengetahuan, budaya serta alam, tanpa merugikan alam dan generasi mendatang.
Prof. Paul Kessler menyampaikan pula bahwa sejarah eksplorasi tumbuhan di Eropa bermula dari ketertarikan dengan spesies eksotic, kolonialisme (VOC) yang membawa rempah-rempah berupa cengkeh dan pala. Pada awal berdirinya HBL yang dipimpin oleh Carolus Clusius telah mempunyai 1600 koleksi tanaman. Clusius juga memperkenalkan tulip ke Leiden dan Belanda pada umumnya, serta membudidayakan tomat, tebu dan menerbitkan buku tentang pakis Drynaria dari Asia Tenggara. Selain itu, Prof. Paul Kessler yang dimoderatori oleh Ir. Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D. menekankan pula mengenai kurangnya data ilmiah untuk menilai fungsi ekosistem serta data dasar dari lingkungan alam dan perkotaan. Keragaman taksonomi dan fungsional jaringan keanekaragaman hayati serta korelasinya belum diketahui secara memadai. Berkat kecanggihan teknologi saat ini, proses pengidentifikasian semakin mudah melalui berbagai aplikasi, seperti: Obsidentify dan i Naturalist. Sebagai penutup kuliah umumnya, Prof. Paul Kessler menekankan perlunya investasi pada fasilitas nasional dan internasional untuk mempelajari keanekaragaman hayati dan ekologi. Selain itu, menjalin pula kerja sama yang erat di tingkat nasional dan internasional dengan berbagai institusi, terutama universitas dan ‘organisasi hijau’ serta mendirikan Biodiversity XXL. Save our Biodiversity!