Conference of the Parties (COP) adalah pertemuan pengambil keputusan tertinggi dari United Nations Framework Convention on Climate Change sebagai tidak lanjut KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil. Pada COP 28 yang diselenggarakan di Dubai, pada 30 November s.d 12 Desember 2023.
Pada kesempatan ini, Prof. Ir. Widiyatno, S.Hut., M.Sc., Ph.D, IPM sebagai Profesor termuda di Fakultas Kehutanan UGM ini mengikuti acara COP 28 sebagai salah satu panelis yang juga tergabung dalam tim Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Ditjen PDASRH) KLHK pada tanggal 8 Desember 2023.
Prof. Widiyatno menjadi salah satu panelis dalam Talkshow “Watershed Management Improvement Through Biodiversity Conservation and Forest Rehabilitation: yang merupakan salah satu kegiatan COP28 UAE-United National Climate Change Conference yang diselenggarakan oleh pavilion Indonesia. Dalam sesi ini diawali dengan keynote speech oleh Ir. Dyah Murtiningsih, M.Hum. (Dirjen PDASHL) tentang The Role of Forest Rehabilitation Activities in Enhancing Watershed Management. Diskusi tersebut dipandu oleh Dr. M. Zainal Arifin (Direktur Konservasi Tanah dan Air, Pelaksana Program Hutan II KLHK RI).
Pada diskusi tersebut, Prof. Widiyatno menyampaikan topik “The Contribution of Tropical Forest Rehabilitation to Achieving Indonesia’s NDC and SDGs”. Dalam paparannya disampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keragaman hayati yang tinggi dan harus dijaga kelestariannya karena hutan merupakan paru-paru dunia dan sumber jasa lingkungan diantaranya pengatur regulasi iklim, sumber air bersih, sumber makanan, obat obatan dan lain-lain. Untuk itu kegiatan rehabilitasi hutan terdegradasi di Indonesia harus dilakukan untuk mendukung ketercapaian Nationally Determined Contributions (NDC) dan Sustainable Development Goals (SDGs). Upaya rehabilitasi hutan juga harus memperhatikan kepentingan sosial dan ekonomi Masyarakat sekitar hutan sehingga keberadaan hutan yang terehabilitasi dapat berkontribusi dalam pencapain SDGs khususnya SDG :No poverty; SDG 2: Zero hunger; SDG 3: Good health and well-being; SDG 6 :Clean water and sanitation; SDG 13:Climate action; dan SDG 15: Life on land. Beberapa capain rehabilitasi yang dilakukan terbukti mampu meningkatkan percepetan ketertututupan lahan, serapan karbon, dan meningkatkan pendpatan Masyarakat sekitar hutan. Sebagai ilustrai pemanfaatan materi jati unggul dapat meningkatkan serapan karbon sebesar 205.04 Ton C/ha. Disamping itu pemanfaatan jenis asli (native species) Dipterocarp dalam penanaman pengkayaan pada hutan alam sekunder dapat menambahakn serapan karbon karbon sebesar 139.52 ton C/ha pada hutan alam sekunder selain menjaga jenis asli baik hewan atau tumbuhan agar tidak punah dimasa mendatang. Disamping itu kegiatan rehabilitasi hutan juga mampu menghadirkan mata air dalam Kawasan hutan. Dari sisi social ekonomi, pendekatan rehabilitasi hutan yang dilakukan dengan pendekatan agroforestry dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi Masyarakat sekitar hutan khususnya dengan pemanfaatan jenis-jenis tanaman penghasil hasil nutan bukan kayu (HHBK). Untuk itu kegiatan rehabilitasi hutan perlu terus ditingkatkan luasan dan Tingkat keberhasilannya sehingga dapat berkontribusi dalam penurunan emisi hutan Indonesia yang merupakan salah satu program unggulan pemerintah Indonesia melalui program Forest and Other Land Use Net Sink 2030 (FOLU Net Sink 2030) untuk menurunkan emisi sebesar 31,89% dengan usaha sendiri atau 43,20% dengan dukungan internasional.