Tahun 2023 pelaksanaan Conference of the Parties 28 (COP28) dilaksanakan di Dubai pada 30 November -12 Desember 2023. Konferensi ini merupakan kegiatan tahunan dari para pemimpin dunia untuk membahas tentang cara membatasi dan mempersiapkan diri untuk perubahan iklim di masa depan. Pada COP 28, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Ir. Sigit Sunarta, S,Hut. M.Sc., Ph.D, IPU tergabung dengan kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan serangkaian kegiatan diplomasi tentang kegiatan capaian Indonesia dalam melakukan upaya penurunan emisi serta peniningkatan serapan karbon sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dan pencapaian sustainable development goals (SDGs). Pada kesempatan tersebut Dekan Fakultas Kehutanan UGM Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., Ph.D., IPU. menjadi pembicara dalam Talkshow “Protecting and Rehabilitating Mangrove with Community Empowerment.
Dalam pemaparannya beliau menyampaikan perihal “Weighing the economic value of mangrove forests: is it worth rehabilitation?”. Topik utama yang disampaikan dalam paparannya dianaranya adalah 1. Peran Karbon; 2. Perikanan; 3. Kayu dan Kayu Bakar; 4. Perlindungan Pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekonomi dari ekosistem mangrove diantaranya adalah perikanan (silvofishery), ekowisata dan karbon. Dari sisi simpanan karbon, simpanan karbon di hutan mangrove 5 kali lebih besar dibandingkan hutan terrestrial. Berkenaan hal tersebut Upaya rehabilitasi hutan perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan di masa mendatang. Beberapa studi Valuasi Ekonomi Rehabilitasi Mangrove ini menghasilkan beberapa temuan diantaranya adalah:
- Kriteria efisiensi ekonomi untuk rehabilitasi mangrove menghasilkan NPV (rata-rata untuk 5 lokasi) sebesar Rp108.755.292 per hektar, BCR sebesar 1,72, dan EIRR sebesar 10,27%. Berdasarkan kriteria tersebut, rehabilitasi mangrove dianggap layak secara ekonomi karena memberikan nilai NPV ≥ 0, BCR ≥ 1, dan EIRR ≥ OCC (5,19%). Simulasi dilakukan dalam periode analisis 30 tahun.
- Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai ekonomi dari total manfaat ekosistem mangrove yang tercakup dalam penelitian ini (meliputi penyediaan madu, perikanan tangkap, pencegahan abrasi, pencegahan intrusi, dan penyimpanan karbon) cukup besar, yaitu pada kisaran nilai Rp 24.902.764,-/ha/tahun hingga Rp 44.030.033,-/ha/tahun, 033,-/ha/tahun sedangkan biaya rehabilitasi termasuk nilai lahan selama siklus analisis 30 tahun mencapai Rp. 258.104.480,- atau Rp. 8.603.483,-/ha/tahun, sehingga upaya perlindungan ekosistem mangrove saat ini, pemanfaatan berbasis lahan seperti pemanenan kayu dan alih fungsi lahan mangrove untuk peruntukan lain masih menjadi pilihan yang paling rasional.
Beberapa implikasi kebijakan yang diperlukan antara lain:
- Perlunya komitmen yang kuat dalam bentuk kebijakan politik dan anggaran dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove, upaya-upaya untuk menjamin keberhasilannya, dan perlindungan berkelanjutan terhadap ekosistem mangrove yang ada.
- Koordinasi dan sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam upaya rehabilitasi dan perlindungan mangrove, dengan menggunakan kajian biaya-manfaat ekonomi mangrove sebagai dasar argumentasi.
- Penyiapan mekanisme kelembagaan untuk percepatan dan pengaturan aliran fiskal dari potensi transformasi nilai simpanan karbon menjadi nilai nyata yang dapat dinikmati oleh masyarakat lokal sebagai insentif.
Papararan tersebut menunjukkan bagaimana komitmen Bangsa Indonesia dalam upaya melestarian hutan khususnya mangrove untuk mencapai SGDs khususnya dalam bidang No poverty (SDG 1), Zero hunger (SDG 2), Climate action (SDG 13), Life below water (SDG 14), dan Life on land (SDG 15).