Konservasi sumber daya genetik memegang peran penting baik dalam pengelolaan hutan produksi maupun hutan konservasi seperti cagar alam. Dalam sistem TPTI di hutan produksi dimana Teknik Silvikultur Intensif (Silin) diterapkan, konservasi genetik menjadi penopang upaya pengayaan. Penanaman pengayaan pasca tebang pilih yang dilakukan secara sistematik mengikuti teknik silin akan meningkatkan potensi tegakan untuk keperluan komersial pada rotasi tebangan berikutnya. Di samping itu, penanaman pengayaan juga terbukti dapat meningkatkan keragaman genetik tegakan secara signifikan misalnya pada S. parvifolia, terutama jika dibandingkan dengan tegakan tinggal pasca tebang pilih dengan batas minimum diameter batang pohon (DBH) 40 cm. Penanaman pengayaan yang ideal adalah dengan memanfatkan materi genetik terpilih hasil pemuliaan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tegakan. Demikian disampaikan oleh Dr. Sapto Indrioko pada internasional workshop yang bertema “Development of Advanced Mountain Science Research and Education to Establish a Vast Genetic Diversity Database” telah dilaksanakan pada tanggal 4 s.d 10 Maret 2024 di Sugadaira Research Station
Lebih lanjut, Dr. Sapto Indrioko menyampaikan bahwa hutan alam dapat dimaksimalkan fungsinya untuk keperluan konservasi sumber daya genetik terutama untuk jenis yang sudah dikategorikan terancam punah (status: endangered). Sebagai contoh adalah jenis Dipterocarpaceae yang terancam punah (status: vulnerable) yang tumbuh secara alami di Cagar Alam Kecubung Ulo Lanang, Jawa Tengah, dengan jumlah individu yang relatif sedikit dan luas tegakan yang terbatas, yaitu Dipterocarpus gracilis. Hasil penelitian menunjukkan sempitnya keragaman genetik anakan (wildling) dan rendahnya tingkat keberhasilan permudaan alam. Restorasi diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan regenerasi dan mendukung konservasi sumber daya genetik jenis ini dalam.
Sebagai penutup, Dr. Sapto Indrioko menegaskan kembali perlunya konservasi sumber daya genetik baik untuk jenis komersial seperti S. parvifolia maupun jenis yang dilindungi seperti Dipterocarpus gracilis. Pendekatannya yang perlu disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku. Untuk hutan produksi, teknis Silin menjadi pilihan sedangkan di hutan konservasi seperti cagar alam, kaidah restorasi yang dilaksanakan.