
Yogyakarta, Maret 2025 – Dua mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM, Agban Nur Urbani dan Olivia Syifa Adani, berperan aktif dalam SUIJI-SLP 2025 dengan menginisiasi edukasi mitigasi bencana bagi siswa SD di Desa Selopamioro, Yogyakarta. Bersama mahasiswa Jepang, mereka menanamkan kesadaran kesiapsiagaan sejak dini melalui konsep fun and interactive learning. Tidak hanya membangun pemahaman, tetapi juga menghubungkan ilmu kehutanan dengan solusi nyata bagi masyarakat.
Program Six University Initiative Japan Indonesia–Service Learning Program (SUIJI-SLP) 2025 kembali digelar di Indonesia. Program pengabdian masyarakat ini berbasis kolaborasi akademik yang melibatkan Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Hasanuddin (UNHAS), serta tiga universitas Jepang, yakni Ehime University, Kagawa University, dan Kochi University. Mahasiswa dari berbagai latar belakang disiplin ilmu bergabung dalam tim multidisiplin untuk mengidentifikasi permasalahan di masyarakat dan merancang solusi berkelanjutan. Pada SUIJI-SLP UGM, berlangsung mulai 19 Februari hingga 5 Maret 2025, di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, serta di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP UGM). Melibatkan 12 mahasiswa dari beberapa fakultas di UGM, 6 mahasiswa Jepang dari Ehime University dan Kochi University, dan didampingi oleh 2 dosen dari Kochi University.
Tahun ini, fokus utama program adalah mitigasi bencana di Desa Selopamioro, yang memiliki risiko tinggi terhadap gempa bumi dan tanah longsor. Dalam program ini, mahasiswa Jepang dan Indonesia bekerja sama dalam merancang Action plan terkait strategi mitigasi bencana berbasis ekosistem yang ditanamkan pada generasi muda terutama siswa sekolah dasar. Salah satu langkah yang dilakukan adalah observasi lapangan dengan mengunjungi lokasi rawan bencana, mewawancarai warga, serta mengadakan diskusi dengan perangkat desa untuk memahami kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Penanganan gempa bumi dalam rencana ini juga mengadaptasi pengalaman dari Jepang, yang telah memiliki sistem mitigasi bencana yang lebih maju.
Dua mahasiswa kehutanan, Agban Nur Urbani dan Olivia Syifa Adani, memainkan peran penting dalam menyusun strategi mitigasi bencana ini. Agban menyoroti pentingnya vegetasi dalam menjaga stabilitas tanah. “Sebagai mahasiswa kehutanan, saya melihat bahwa vegetasi di sekitar area rawan longsor di Selopamioro perlu diperkuat dengan sistem agroforestri yang sesuai. Penanaman spesies tumbuhan berakar kuat dan berfungsi sebagai penahan tanah bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi risiko longsor,” jelasnya.
Sementara itu, Olivia juga menambahkan bahwa edukasi mitigasi bencana bagi anak-anak dan komunitas setempat sangatlah penting. “Pendidikan mitigasi bencana harus ditanamkan sedari dini. Oleh karena itu, kami menginisiasikan kelas mitigasi bencana di SD Lemahrubuh dengan pendekatan interaktif, seperti permainan edukatif dan poster informatif. Anak-anak sangat antusias dalam belajar tentang keselamatan bencana, dan jika edukasi ini terus dilakukan setiap tahun, mereka bisa menjadi agen perubahan dalam komunitasnya,” ungkapnya.
Selain kegiatan pengabdian masyarakat, program SUIJI-SLP juga menjadi ajang pertukaran budaya antara mahasiswa Indonesia dan Jepang. Mahasiswa dari Jepang berkesempatan untuk mempelajari budaya lokal, seperti belajar gamelan, membuat batik, dan mencoba pakaian tradisional. Tak hanya itu, seluruh mahasiswa juga berkesempatan untuk mengikuti kegiatan masyarakat seperti Kenduri/Sadranan, kerja bakti dusun, Gejog Lesung, serta mengeksplorasi beberapa destinasi budaya di Yogyakarta melalui Tour de Yogyakarta mengunjungi Keraton, Masjid Gedhe Kauman, Taman Sari, dan Candi Prambanan. Sebaliknya, mahasiswa Indonesia dan warga Selopamioro juga belajar mengenai budaya Jepang melalui kegiatan Japan Expo, di mana mereka mencoba kaligrafi Jepang, origami, serta mencicipi makanan khas Jepang. Kegiatan ini tidak hanya mempererat hubungan antar peserta, tetapi juga memberikan pengalaman berharga dalam memahami dan menghargai keberagaman budaya.
Morita Riko (Salah satu mahasiswa dari Ehime University) menambahkan, “Melalui pertukaran budaya ini, kami tidak hanya belajar tentang teknik mitigasi bencana, tetapi juga memperkaya perspektif tentang bagaimana budaya dan tradisi dapat menjadi bagian dari solusi dalam membangun masyarakat yang mandiri.”
Program SUIJI-SLP tidak hanya memberikan pengalaman akademik bagi mahasiswa, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat desa. Melalui pendekatan kehutanan dan edukasi berbasis komunitas, solusi yang diterapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi warga Selopamioro. Koordinator mahasiswa UGM untuk SUIJI-SLP 2025, Mutiara Alifia Ramadhanty, mengungkapkan bahwa program ini membuka peluang besar bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu mereka secara langsung. “Kami berharap program ini terus berkembang dan semakin banyak mahasiswa yang berkontribusi dalam menciptakan solusi berkelanjutan bagi masyarakat,” katanya.
Kegiatan ini didukung oleh berbagai pihak, termasuk universitas peserta, pemerintah Jepang, serta fakultas-fakultas di UGM, seperti Fakultas Teknologi Pertanian, Fakultas Kehutanan, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Peternakan. Dengan semangat kolaborasi, SUIJI-SLP 2025 telah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dapat diterapkan secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Penulis : Agban Nur Urbani, Olivia Syifa Adani
Dokumentasi : Agban Nur Urbani, Olivia Syifa Adani