Kemalang, Klaten – Jumat, 9 Mei 2025
Laboratorium Pengelolaan Kawasan Konservasi, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dikolaborasikan dengan field trip mata kuliah Interpretasi Alam di kawasan Hutan Sapu Angin, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian tahun ketiga pengembangan Pusat Edukasi Konservasi Keanekaragaman Hayati yang telah dirintis sejak tahun 2023 bersama Balai TNGM dan masyarakat Desa Tegalmulyo.
Hutan Sapu Angin, yang berada di jalur pendakian Gunung Merapi wilayah Klaten, menjadi lokasi penting karena merupakan habitat alami spesies endemik dan dilindungi seperti Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), dan anggrek Vanda tricolor. Keanekaragaman tersebut menjadi dasar pengembangan pusat edukasi konservasi kehati yang dirancang sebagai sarana pendidikan lingkungan berbasis partisipasi masyarakat.

Kegiatan yang berlangsung pada 9 Mei 2025, diawali dengan diskusi antara mahasiswa, dosen, dan pihak pengelola TNGM mengenai strategi pengelolaan kawasan, potensi jalur interpretasi, dan peran masyarakat dalam konservasi. Diskusi berlangsung di Sapu Angin Coffee and Farm dan dilanjutkan dengan survei pendahuluan ke jalur interpretasi serta observasi bangunan yang direncanakan sebagai pusat edukasi. Meski sempat terkendala hujan, kegiatan dilanjutkan setelah reda dan menghasilkan sejumlah catatan penting untuk penyempurnaan konsep produk edukasi kehati.
Dalam kegiatan ini, mahasiswa melakukan observasi langsung dan pengumpulan data lapangan yang menjadi bahan penyusunan narasi interpretatif dan desain produk edukasi. Produk-produk tersebut akan diuji coba kepada kelompok sasaran seperti masyarakat lokal, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), Kelompok Tani Hutan (KTH), hingga komunitas pelestari lingkungan. Galeri edukatif yang sedang disiapkan mencakup peta potensi kehati, video dokumenter, jalur interpretasi tematik, dan media pembelajaran berbasis pengalaman.

Hadir dalam kegiatan ini para dosen dari Lab. Pengelolaan Kawasan Konservasi, mahasiswa peserta mata kuliah Interpretasi Alam, perwakilan Balai TNGM, serta perwakilan masyarakat Desa Tegalmulyo yang selama ini aktif mendukung upaya konservasi. Tim dosen berharap kegiatan ini dapat menjadi media pembelajaran aplikatif bagi mahasiswa sekaligua menjadi kontribusi konkret kampus dalam mendukung konservasi yang inklusif dan kontekstual.
“Melalui interpretasi berbasis kehati, kami ingin menghadirkan pengalaman edukatif yang tidak hanya memperkenalkan spesies penting Merapi, tetapi juga menumbuhkan kesadaran ekologis dan rasa memiliki terhadap kawasan konservasi,” ujar salah satu dosen pengampu.
Kegiatan ini menandai komitmen berkelanjutan Laboratorium Pengelolaan Kawasan Konservasi Fakultas Kehutanan UGM dalam mengintegrasikan pendidikan tinggi dengan pengabdian masyarakat dan pemberdayaan lokal. Peluncuran resmi pusat edukasi kehati direncanakan berlangsung pada Oktober 2025, setelah melalui serangkaian uji coba dan penyempurnaan program berbasis hasil evaluasi multipihak.
Penulis dan Dokumentasi: Daris