
Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-62, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan webinar bertema “Formulasi Komitmen Pemerintah terhadap Ekosistem Bisnis Kehutanan Skala Kecil Berbasis Masyarakat Adat dan Perhutanan Sosial”. Webinar ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom dan YouTube pada Kamis, 18 September 2025, dengan menghadirkan narasumber dari berbagai pemangku kepentingan, mencakup pemerintah, pakar, akademisi, dan praktisi kehutanan.
Kegiatan diawali dengan keynote speech oleh Dr. Ir. Mafudz, M.P., selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan RI. Dalam paparannya, beliau menegaskan bahwa tantangan terbesar dalam perhutanan sosial bukan hanya pada tahap persetujuan wilayah kelola, melainkan pada pengelolaan ekosistem bisnis pasca-penetapan. Menurutnya, keberhasilan perhutanan sosial harus menjadi game changer untuk menghindarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah dan mendukung visi Indonesia Maju 2045. Dengan demikian, peran kolaboratif berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan pengelolaan hutan yang inklusif dan berkelanjutan.
Sesi pemaparan materi dipandu oleh Agus Affianto, S.Hut., M.Si., Dosen Fakultas Kehutanan UGM. Paparan pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. San afri, M.Sc., Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, yang menekankan reposisi peran perguruan tinggi kehutanan dalam pengelolaan hutan berbasis pengetahuan ekosistem tradisional. Ia menegaskan pentingnya orientasi kebijakan bahwa “hutan negara untuk rakyat” dan “hutan hak untuk publik”. Menurutnya, strategi pembangunan harus bertumpu pada kemandirian masyarakat, pemanfaatan ekologis yang bijak, dan transformasi struktural yang berkeadilan.
Materi kedua dipaparkan oleh Dr. Rikardo Simarmata, S.H, Dosen Fakultas Hukum UGM, yang mengulas perkembangan regulasi kehutanan terkait hutan adat serta refleksi atas implementasinya. Ia memaparkan tonggak-tonggak kebijakan pengakuan hutan adat dan menyimpulkan empat catatan kritis: keberhasilan regulasi hutan adat, pergeseran menuju pengakuan konstitutif, arus balik berupa peninjauan kontrak, dan HA di daerah Otsus.
Paparan ketiga dibawakan oleh Julmansyah, S.Hut, M.A.P , Direktur Penanganan Konflik Tenurial & Hutan Adat – BPDLH, Kementerian RI. Beliau menyoroti urgensi percepatan penetapan hutan adat dalam kerangka pengelolaan hutan lestari. Pada akhir sesi, dipaparkan target Satgas Penanganan Usulan Hutan Adat 2025–2029 serta roadmap percepatan penetapan hutan adat.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Marcha Adiwara Prawita, Business and Development Manager Forestwise, yang menguraikan konsep rainforest value sebagai model integrasi konservasi hutan dan pemberdayaan ekonomi komunitas di Borneo. Beliau menekankan pentingnya memaksimalkan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK), pemberdayaan masyarakat, praktik konservasi hutan, agroforestri, serta memastikan transparansi dan keterlacakan (traceability). Forestwise juga mendorong penerapan sertifikasi, perdagangan adil (fair trade), dan kepatuhan terhadap standar global.
Sesi berikutnya diisi oleh Damayanti Ratunanda S.T, M.Eng.Sc., perwakilan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang menjelaskan program strategis pendanaan hijau seperti Terra Catalytic Fund, GCF (REDD+), FOLU Net Sink, FCPF Kaltim, dan FDB. Menurutnya, BPDLH berperan penting sebagai fasilitator pembiayaan inovatif untuk mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Pelaksanaan webinar ini dinilai relevan dan strategis, tidak hanya untuk memperkuat komitmen pemerintah terhadap pengembangan ekosistem bisnis kehutanan skala kecil berbasis masyarakat adat dan perhutanan sosial, tetapi juga sebagai langkah nyata mendorong keadilan akses kelola hutan, memperkuat ekonomi lokal, dan memasti
Penulis : Azizah Diah Nurunnisa
Editor : Ratih Madya Septiana