Yogyakarta – Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menggelar Orasi Budaya Konservasi dengan tema Masa Depan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia pada Jumat 21 Februari 2025. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid, dengan tujuan sebagai ruang diskusi untuk meningkatkan wawasan, strategi, dan tantangan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia baik saat ini maupun di masa depan.
Acara yang dihadiri sekitar 350 peserta secara luring di Auditorium & Ruang 306 dan 128 peserta secara daring ini, tidak hanya menjadi platform diskusi bagi sivitas akademika Fakultas Kehutanan UGM, tetapi juga bagi masyarakat umum dan mahasiswa dalam mendiskusikan berbagai isu terkini seputar konservasi.
Para peserta yang hadir secara luring terdiri dari mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM dari berbagai jenjang pendidikan, termasuk Sarjana, Magister, dan Doktor, serta tamu undangan dari berbagai unit pelaksana teknis (UPT) di Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu, turut hadir pula perwakilan dari Yayasan WWF Indonesia dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara.
Pembukaan acara dilakukan oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., M.Sc., Ph.D., IPU., yang menyampaikan pentingnya diskusi tentang pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. “Keanekaragaman hayati adalah aset yang tak ternilai di bumi ini sebagai penopang kehidupan. Namun, ancaman terhadap pelestariannya semakin mengkhawatirkan akibat perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan,” ujar Ir. Sigit. Menurutnya, strategi konservasi yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendekatan partisipatif dengan melibatkan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Sebagai pemantik orasi, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut., M.Sc., yang merupakan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, mengungkapkan pentingnya memahami kondisi saat ini agar bisa merancang masa depan konservasi yang lebih baik. “Saat kita mengasumsikan bahwa masa depan konservasi harus lebih baik, kita harus tahu kondisi kita sekarang seperti apa, strategi apa yang perlu dikembangkan, dan kompetensi apa yang harus kita tingkatkan untuk mencapai konservasi yang lebih baik,” jelas Prof. Satyawan.
Sementara itu, narasumber Dr. Willie Smith, yang merupakan Penasihat Utama Menteri Kehutanan, Republik Indonesia menyoroti berbagai faktor yang mempengaruhi konservasi keanekaragaman hayati, baik faktor eksternal maupun internal. “Saat ini, sekitar 40% dari semua spesies di dunia terancam punah akibat aktivitas manusia. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain perubahan iklim yang tidak bisa kita kendalikan, polusi atmosfer dan laut, serta konflik internasional. Namun, ada faktor-faktor yang bisa kita kendalikan untuk mengurangi tingkat kepunahan ini, seperti perencanaan strategis, peraturan yang jelas, serta penegakan hukum yang efektif,” ujar Dr. Smith.
Selain itu, ia juga menyoroti beberapa faktor lokal yang mempengaruhi keanekaragaman hayati di Indonesia, seperti pemburuan liar, perburuan untuk perdagangan satwa, serta pengurangan penutupan hutan yang mengancam habitat flora dan fauna. “Fragmentasi habitat menyebabkan populasi individu tidak cukup untuk keselamatan jangka panjang, meningkatkan risiko kebakaran, dan memperburuk dampak perubahan iklim regional,” tambah Dr. Smith.
Di penghujung acara, Dr. Smith mengingatkan bahwa meskipun tantangan konservasi sangat besar, masih ada waktu dan peluang untuk memperbaiki kerusakan yang telah dibuat oleh manusia. “There is still time and there are still opportunities to clean up the mess man has created,” ujarnya dengan tegas.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan para peserta, terutama mahasiswa dan peserta lainnya, dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai pentingnya konservasi dalam menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Diskusi yang berlangsung dalam Orasi Budaya Konservasi ini diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan baru serta strategi efektif dalam menghadapi tantangan konservasi ke depan.
Penulis: Fifi & Dian
Dokumentasi & Editor: Humas FKT