Berikut kami sampaikan e-sertifikat webinar #6 Dies Natalis Ke-57 Fakultas Kehutanan UGM. Silahkan cari nama Bapak/Ibu dalam kolom pencarian atau dapat dicari secara manual.
News
(15/10) Pusat Kajian Serat Alam Fakultas Kehutanan UGM bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut menyelenggarakan kegiatan webinar dalam rangka dies Natalis Fakultas Kehutanan ke-57 pada hari kamis 15 Oktober 2020. Kegiatan webinar edisi ke-6 ini bertema, “Prospek Lahan Gambut Sebagai Penyedia Kebutuhan Serat Alam dan Pangan Nasional”
Kegiatan webinar diawali dengan sambutan oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Budiadi yang sekaligus memperkenalkan Pusat Kajian Serat Alam Fakultas Kehutanan
Berikut kami sampaikan e-sertifikat webinar #5 Dies Natalis Ke-57 Fakultas Kehutanan UGM. Silahkan cari nama Bapak/Ibu dalam kolom pencarian atau dapat dicari secara manual.
(8/10) Pusat Kajian Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute) Fakultas Kehutanan UGM melaksanakan kegiatan Talkshow dalam rangkaian kegiatan Dies Natalies Fakultas Kehutanan UGM yang ke-57. Kegiatan talkshow ini dilaksanakan pada Hari Kamis, 8 Oktober 2020 dengan judul tema “Politik Perdagangan Internasional: Pangan, Pasar dan Hutan?”.
Kegiatan talkshow ini dibuka oleh sambutan dari Wakil Bidang Kerjasama dan Alumni Fakultas Kehutanan UGM, Dr. rer. Silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut.,
Sesi paparan pertama disampaikan oleh Ir. KRT Darori Wonodipuro tentang “Omnibus Law: mungkinkah menjadi jalan rekonsiliasi untuk menurunkan laju deforestasi, meningkatkan ketahanan pangan, dan mempertahankan pertumbuahan ekonomi?”. Dalam pemaparannya, Beliau menyampaikan bahwa penutupan kawasan hutan yang diatur dalam peraturan pemerintah harus dengan tegas untuk diterapkan baik di Indonesia, karena hal ini dilakukan untuk menghalau deforestasi berupa alih fungsi lahan. Selain itu, saat ini arah pengelolaan kawasan hutan yaitu pada ketahanan pangan yang dapat disuplai oleh sektor kehutanan melalu produksi hasil hutan non kayu. Lebih lanjut lagi beliau menyampaikan bahwa dalam penataan kawasan hutan terkait omnibus law, sanksi-sanksi administrative maupun pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perseorangan maupun korporasi diakomodasi pada undang-undang yang digodog oleh pemerintah.
Pemaparan kedua disampaikan oleh Dr. Ir. Musdalifah Machmud, M.T. (Deputi II bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian RI) tentang Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan Melepaskan Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketahanan pangan dengan Degradasi Lingkungan. Beliau menyampaikan bahwa pembangunan saat ini berdasarkan SDGs yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan juga lingkungan. Kebertimbangan antara seluruh aspek ini merupakan kondisi yang harus dicapai oleh Indonesia guna menggapai tujuan dari SDGs. Paparan beliau menekankan bahwa sektor pertanian dalam Pertumbuhan PDB Indonesia semakin bertumbuh dan menjadi sektor tumbuh yang tertinggi. Dukungan ini datang dari subektor pangan, perkebunan, hortikultura, dan jasa pertanian. Peluang Pertumbuhan Ekonomi Hijau Berdasarkan Sektor khussunya dari Sumberdaya Alam terbarukan termasuk Kehutanan mencapai 14%. Dalam paparan ini, dibahas tentang arah kebijakan pemerintah dalam hal ketahanan pangan dan ruang hutan yang terdiri dari moratorium lahan sawit, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B), UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan (*luas kawasan hutan minimum yang harus dipertahanakan Pemprov), serta replanting tanaman perkebunan+mix farming.
Pemaparan ketiga disampaikan oleh Dr. Ir. R.A. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, dan Tata Lingkungan, KLHK). Beliau menampilkan perubahan luas penutupan hutan selama 3 dekade khususnya tentang deforestasi, dan data kehutanan. Beliau menampilkan data kehutanan yang valid untuk digunakan dalam perencaanan kawasan sesuai dengan peruntukannya. Lebih lanjut, beliau menampilkan luas tutupan hutan di Indonesia tahun 2019 yang terdiri dari hutan dan non hutan, lebih spesifik lagi pada klasifikasi tutupan lahan sesuai standar nasional Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa Instrumen ekonomi lingkungan hidup merupakan seperangkat kenbijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah atau setiap orang kea rah pelestarian fungsi lingkungan hidup (( UU32/2009 dan PP 46/2017). Pengelolaan hutan dilakukan secara baik namun tidak merusak kondisi lingkungan. Saat ini sektor kehutanan Indonesia pun telah berkomitmen untuk menurunkan Emisi gas Rumah Kaca (GRK) dengan target 29% unconditional, dan 41% conditional di tahun 2030. Disampaikan pula bahwa saat ini arah kebijakan yang harus dilakukan seharusnya berada apda tahap intensifikasi, tidak terus menerus ekstensifikasi.
Materi webinar dapat diunduh di tautan berikut: https://drive.google.com/drive/folders/1CloOYDvNcYiH71iDNSnrdR1A_gb65V-d?usp=sharing
Paparan materi pertama disampaikan oleh Ir. Hudoyo, MM yang menyampaikan mengenai Strategi Rehabilitasi Lahan dan Ketahanan Pangan Nasional. Beliau menyampaikan bahwa tupoksi utama dari Dirjen PDASHL salah satunya adalah merehabilitasi lahan dan hutan kritis di Indonesia sebelum mampu berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Untuk melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan telah diterbitkan berbagai strategi seperti regulasi yang mendukung mitigasi degradasi lahan, peningkatan kesadaran dan Pendidikan, peningkatan iptek serta pengembangan kapasitas pembangunan. Lebih spesifik lagi beliau menyampaikan bahwa Rehabilitas Hutan dan Lahan saat ini juga harus menjangkau Kawasan padat penduduk agar benar-benar mampu menjadi penobang ketahanan pangan di masyarakat.
Pemaparan kedua disampaikan oleh Prof. Dr. Suryo Hardiwinoto dari Fakultas Kehutanan UGM yang menyampaikan mengenai Implementasi Silvikultur Intensif untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan dan Ketahanan Pangan. Beliau menyampaikan kembali mengenai pentingnya mengembalikan produktivitas hutan di lahan terdegradasi di Indonesia yang tercatat di tahun 2018 sebesar 14 Juta Hektar. Rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilaksanakan dengan mengimplementasikan silvikultur intensif untuk mengembalikan produktivitas lahan agar pada akhirnya dapat mendukung ketahanan pangan. Praktek baik yang mengimplementasikan silvikultur intensif dan intensifikasi tanaman pangan dilakukan melalui program IFFS (Integrated Forest Farming System).
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Dr. Jangkung Handoyo Mulyo dari Fakultas Pertanian UGM dengan topik Strategi Penguatan Ketahanan dan Kemandirian Pangan Masyarakat Desa Hutan. Beliau menekankan bagaimana ketahanan pangan nasional merupakan tantangan yang besar bagi Indonesia. Beberapa tantangan tersebut adalah dari aspek kurangnya sumber daya manusia yang ada di sektor pertanian, kebutuhan pangan perkapita Indonesia yang sangat besar hingga ketergantungan impor yang tinggi (10-15%). Dari beragam tantangan tersebut, kontribusi sektor kehutanan dipandang sangat dibutuhkan dan perlu dibarengi strategi yang tepat. Agroforestry adalah salah satu strategi yang sering digunakan untuk membangun hutan melalui kegiatan pertanian. Skema dari pemerintah melalui perhutanan sosial salah satunya seperti hutan desa memungkinkan pemanfaatan hasil hutan non-kayu yaitu tanaman pangan dapat ditujukan untuk mendukung kontribusi hutan untuk ketahanan pangan masyarakat. Beliau menekankan untuk mendukung ketahanan pangan di sektor kehutanan diperlukan sinergi antar sektor termasuk dengan pertanian agar dapat berhasil.
Link materi webinar ketiga ini dapat diunduh melalui:
https://drive.google.com/drive/folders/1Sw37A0VykevKWLeMOv9RbeXXiq6SHPw2?usp=sharing
Kegiatan dibuka oleh sambutan Dr. Muhammad Ali Imron (Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian dan Kerjasama Fakultas Kehutanan UGM) yang menyampaikan bahwa perhutanan sosial sebagai salah satu mekanisme dalam mendukung kedaulatan pangan nasional.Kemudian acara inti dilanjutkan oleh paparan narasumber yang dipandu oleh fasilitator Dr. Wahyu Wardhana yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) yang baru.
Paparan pertama disampaikan oleh Prof. Dr. San Afri Awang (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM) yang juga merupakan penasihat senior di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Beliau menyampaikan mengenai kebijakan perhutanan sosial untuk mendukung ketahanan pangan. Dari skema PS dan TORA berpotensi menyumbang lahan seluas 2.7 juta Hektar dengan jumlah produksi hingga 11 ton. Untuk realisasi hal tersebut namun perlu memenuhi beberapa faktor pemungkin. Faktor pemungkin tersebut antara lain kepastian hukum perijinan PS kepada petani hutan; fasilitasi tata kelola sosial, produksi, kelembagaan, pemodalan dan pemasaran yang pasti; Harga padi yang menguntungkan petani; kecukupan air untuk tanaman pertanian; serta kebijakan pemerintah yang secara khusus yang memperbolehkan penanaman tanaman pangan dengan jangka waktu serta kerjasama antar institusi.
Selanjutnya paparan disampaikan oleh Dr. Sanudin, S,Hut. M.Sc (Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Ciamis) yang menyampaikan bagaimana potensi perhutanan sosial dalam mendukung ketahanan pangan melalui agroforestry. Lebih lanjut Dr. Sanudin menyampaikan berbagai inovasi melalui intervensi ilmiah terhadap sistem/ praktek agroforestry yang sudah ada dapat dilakukan untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Contohnya adalah dengan agrisilvikultur yang memadukan pohon MPTS (multi purpose tree species) dan tanaman bawah yang berhasil dikembangkan di Nusa Tenggara.
Acara webinar kemudian dilanjutkan oleh Siti Fikriyah Khuriyati, S.H., M.Si (Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial indonesia). Beliau menyampaikan bagaimana perhutanan sosial sebagai upaya kompromi dalam menyelesaikan konflik lahan yang ada dengan masyarakat sekitar hutan. GEMA PS telah berhasil memfasilitasi masyarakat mendapatkan kepastian hukum melalui advokasi dan pemberdayaan organisasi, individu dan pengetahuan.
Paparan terakhir kemudian disampaikan oleh Sasmita Nugroho, SE (Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor Ditjen PKTL KLHK) mengenai daya dukung ketersediaan air nasional untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Daya dukung air sangat penting untuk mengetahui potensi produksi pangan nasional.
Materi webinar #2 oleh PKHR ini dapat diunduh di: https://drive.google.com/drive/folders/1_QwI7QrHWNG8fNTY0MOvHC1N6EZJGNVf