Yogyakarta, 3 Oktober 2025 – Labuhan Merapi bukan hanya tradisi tahunan Keraton Yogyakarta, melainkan juga cermin kearifan lokal masyarakat dalam menjaga alam. Di balik prosesi yang digelar setiap 30 Rajab itu, tersimpan nilai-nilai konservasi yang masih dijalankan hingga kini, mulai dari pelarungan sesaji hingga larangan menebang pohon tertentu.
Berangkat dari hal tersebut, lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) melakukan kajian dengan judul “Labuhan Merapi: Analisis Aspek Ekologi Ritual dalam Upaya Konservasi Hutan dan Relevansinya dalam Perspektif Sains Modern.” Tim ini terdiri dari Bhara Dewaji (Ketua, Kehutanan 2023), Vina Indrawati (Kehutanan 2024), Yassa Allaya Annas (Kehutanan 2024), Reina Arkhadia Eka Putri (Vokasi 2024), dan Inoora Putri Haliza (Ilmu Budaya 2024).

Dalam penelitian ini, tim menggunakan pendekatan etnoekologi melalui wawancara dengan tokoh adat, observasi lapangan, studi dokumentasi, dan analisis vegetasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aturan adat, larangan adat, hingga mitos tentang Eyang Sapu Jagad menjadi mekanisme sosial yang menuntun masyarakat untuk menghormati alam. Beberapa jenis tanaman yang digunakan dalam prosesi juga diketahui memiliki fungsi ganda: selain bernilai ritual, tanaman tersebut berperan penting menjaga tanah dari erosi dan mempertahankan keseimbangan ekosistem.
“Labuhan Merapi bukan hanya ritual budaya, tetapi juga cerminan bagaimana masyarakat memahami dan menghayati pentingnya menjaga kelestarian alam. Aspek inilah yang kami kaji lebih dalam,” kata Bhara, ketua tim.
Penelitian ini juga mendapat dukungan dari Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang melihat tradisi sebagai pintu masuk untuk mengintegrasikan budaya dengan strategi pengelolaan kawasan konservasi. Tim berharap, hasil kajian dapat memperlihatkan bahwa Labuhan Merapi bukan hanya warisan budaya, tetapi juga ruang ekologis sekaligus simbol konservasi berbasis kearifan lokal.
“Harapannya penelitian ini bisa menjadi jembatan antara tradisi dan ilmu pengetahuan modern, sehingga Labuhan Merapi tetap lestari dan terus relevan dalam menjaga kelestarian hutan,” tambah Bhara.