
Pontianak, Kalimantan Barat –Fakultas Kehutanan UGM menyelenggarakan FGD dan Publikasi Hasil Studi Targeted Scenario Analysis (TSA) di Provinsi Kalimantan Barat pada 15 Januari 2025. Acara ini mendapat dukungan pendanaan dari UNDP-FOLUR Project. Berbagai pemangku kepentingan hadir dalam acara ini, termasuk tim peneliti dari Fakultas Kehutanan UGM, perwakilan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, serta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Kegiatan ini membahas keberlanjutan produksi komoditas perkebunan kelapa sawit. Acara diawali dengan pembukaan oleh perwakilan pemerintah dan tim peneliti UGM, diikuti dengan pemaparan hasil studi TSA yang membandingkan dua skenario pengelolaan perkebunan sawit, yaitu Business as Usual (BAU) dan Sustainable Ecosystem Management (SEM). Dalam presentasi ini dijelaskan dampak dari masing-masing skenario terhadap aspek finansial, ekonomi, ketenagakerjaan, dan lingkungan, serta manfaat penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan sertifikasi ISPO dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan industri sawit.
Dalam sesi diskusi, peserta memberikan berbagai masukan mengenai keakuratan asumsi perhitungan serta relevansi skenario SEM dalam mendukung kebijakan perkebunan yang lebih berkelanjutan. Mereka juga membahas strategi implementasi ISPO serta potensi kolaborasi antara Tim FOLUR, UGM dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Hasil diskusi menyoroti beberapa isu penting, termasuk keterlanjuran lahan sawit di kawasan hutan yang mencapai sekitar 80.000 hektar. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengakui bahwa penyelesaian keterlanjuran ini masih menjadi tantangan, terutama dalam hal sinkronisasi data dan koordinasi lintas instansi. Selain itu, keterlanjuran rantai pasok sawit juga menjadi perhatian, terutama terkait legalitas tempat pengumpulan sawit (ram) yang sering kali tidak memiliki kejelasan perizinan. Oleh karena itu, pemerintah menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat serta dorongan bagi petani swadaya untuk memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Dari sisi ekonomi, pemerintah menyoroti hambatan dalam hilirisasi industri sawit di Kalimantan Barat akibat kurangnya infrastruktur dan tingginya biaya logistik. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi seperti penerapan Domestic Product Obligation (DPO) guna mendorong industri hilir di wilayah tersebut. Pemerintah juga melihat potensi pendanaan alternatif untuk mendukung petani dalam menerapkan praktik pertanian yang lebih baik, meskipun akses terhadap benih berkualitas masih menjadi kendala.
Dalam aspek ketahanan pangan, perubahan pola tanam dari tanaman pangan ke kelapa sawit menjadi tantangan tersendiri. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah tengah mengembangkan program Petani Milenial guna menarik generasi muda kembali ke sektor pertanian. Studi TSA ini diharapkan dapat memberikan landasan bagi kebijakan yang seimbang antara perkebunan sawit dan ketahanan pangan.
Secara keseluruhan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyambut baik hasil studi TSA ini sebagai referensi dalam perumusan kebijakan keberlanjutan sektor perkebunan. Namun, mereka menekankan perlunya transparansi dalam penyelesaian keterlanjuran lahan, penegakan hukum yang lebih kuat dalam rantai pasok, serta peningkatan dukungan bagi petani swadaya agar dapat berpartisipasi dalam sistem perkebunan yang legal dan berkelanjutan. Dengan adanya studi ini, diharapkan kebijakan perkebunan sawit di Kalimantan Barat dapat lebih efektif dan berkelanjutan di masa mendatang.
Penulis: Eliya Wihardini
Dokumentasi: Tim Pelaksana