Berikut kami sampaikan e-sertifikat webinar #1 Dies Natalis Ke-57 Fakultas Kehutanan UGM. Silahkan cari nama Bapak/Ibu dalam kolom pencarian atau dapat dicari secara manual.
Tag: Bahasa Indonesia
Fakultas Kehutanan UGM membuka rangkaian kegiatan Dies Natalies ke-57 dengan sesi webinar dengan topik, “Ketahanan Pangan dan Hutan: “Transformasi Pengelolaan Hutan Menjelang Indonesia Maju di 2045”. Acara webinar ini diselenggarakan pada hari Kamis, 10 September 2020 melalui platform Zoom dan dengan jumlah pendaftar lebih dari 300 orang.
Acara webinar dibuka dengan sambutan oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM yang memaparkan pentingnya dan bagaimana potensi kehutanan dalam ikut mendukung ketahanan pangan nasional. Acara inti webinar dilanjutkan dengan paparan dari para narasumber yang ahli di bidangnya dan difasilitatori oleh Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko (Guru Besar Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan UGM).
Narasumber pertama adalah Prof. Dr. Ir. Sigit Hardwinarto (Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan) dengan paparan yang berjudul, “Kebijakan strategis, pembelajaran, dan kedudukan pengembangan pangan dalam grand design pembangunan kehutanan dalam mendukung visi Indonesia 2045”. Beliau menyampaikan bagaimana kebijakan yang sedang dilaksanakan dalam mengalokasikan Kawasan hutan dalam mensinergikan antara pentingnya ekologis hutan serta kepetingan sosial serta ekonomi nasional.
Narasumber kedua adalah Dr. Ir. Agung Hendriadi, M. Eng. (Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian) dengan paparannya yang berjudul,” Konsepsi, Status dan Arah Kebijakan Mengenai Ketahanan, Kemandirian, Kedaulatan dan Keanekaan Pangan dalam kerangka visi Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia di 2045”. Disampaikan bahwa Indonesia saat ini menargetkan peningkatan ketahanan pangan dan menurunkan kerentanan pangan oleh karena itu sinergi dengan sektor kehutanan sebagai kontributor sumber daya lahan sangat dibutuhkan. Kawasan perhutanan sosial memiliki potensi untuk dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Masa pandemi COVID ini juga menjadi tantangan ketahanan pangan nasional. Pemerintah kemudian merumuskan berbagai program untuk peningkatan ketersediaan pangan di era normal baru seperti peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistic pangan serta pengembangan pertanian modern.
Narasumber selanjutnya adalah Prof. Dr. Ir. Mohammad Na’iem, M.Agr.Sc. (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM) yang memberikan presentasi berjudul,” Praktik baik integrasi budidaya tanaman pangan dan pengelolaan hutan serta rekomendasi arah pengelolaan hutan untuk menjawab tantangan target pembangunan 2045”. Beliau menyampaikan pendekatan yang telah berhasil dilaksanakan di lapangan dalam mensinergikan antara tanaman hutan dengan pangan seperti IFFS (Integrated Forest Farming System). Lebih lanjut lagi beliau menekankan bahwa produktivitas hutan menjadi kunci terwujudnya kelestarian hutan serta sekaligus keamanan dan kedaulatan pangan nasional.
Narasumber terakhir adalah Dr. Jamhari, SP, M (Dekan Fakultas Pertanian UGM) yang membawakan paparan dengan topik, “Perspektif Pertanian terhadap kehutanan dalam kerangka visi Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia di 2045”. Beliau menyampaikan bahwa Indonesia memerlukan perubahan yang luar biasa dari kondisi ketahanan pangan saat ini menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Kebijakan dari sisi demand dan supply juga diperlukan perubahan luar biasa termasuk perubahan persepsi mengenai pentingnya pangan lokal dalam pemenuhan demand yang akan berimbas ke sisi supply. Sektor kehutanan merupakan sektor penting dalam menyangga kebutuhan ekologis dalam menjamin sisi supply.
Sesi paparan presentasi narasumber kemudian ditutup oleh bahasan dari Dr.Ir. Agus Setyarso yang memberikan gambaran secara makro dan global mengenai kondisi dunia saat ini dan yang akan datang. Indonesia pada dasarnya sangat menjanjikan untuk dapat menjadi lumbung pangan dunia dengan berbagai hal yang perlu dilakukan. Indonesia juga perlu menyikapi tantangan yang akan timbul seperti tantangan sumberdaya dan teknologi.
Materi Narasumber Webinar #1 ini dapat diunduh di:
https://drive.google.com/drive/folders/1tony8j1zNOPXQEpdjdTUr7EqAHrUbemp?usp=sharing
Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun RI yang ke-75, Fakultas Kehutanan (FKT) UGM genap berusia 57 tahun. Telah banyak tulisan sejarah pengembangan ilmu kehutanan yang ditorehkan sejak berpisah dari Fakultas Pertanian dan Kehutanan pada tahun 1963. Karenanya, pada kesempatan Tasyakuran Ulang Tahun Fakultas Kehutanan UGM hari Rabu 19 Agustus 2020, Guru Besar FKT UGM, Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc. berpesan kepada rimbawan untuk terus semangat berkarya, khususnya dengan menulis. Menulis merupakan wujud semangat untuk maju, lanjut Mantan Dirjen Planologi dan Tata Ruang Kementerian LHK ini saat menyampaikan pidato “Refleksi Fakultas Kehutanan dari tahun ke tahun”.
Tasyakuran yang diselenggarapan secara daring di masa pandemi ini diikuti oleh dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, alumni, dan kolega dari berbagai institusi melalui saluran zoom meeting dan disiarkan secara langsung melalui akun youtube resmi Fakultas Kehutanan UGM. Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, hadir di Fakultas Kehutanan UGM salah satu Alumni angkatan 85, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut Dr. Nazir Foead menyampaikan selamat kepada Fakultas Kehutanan karena selama 57 tahun telah berkiprah dan melahirkan terobosan-terobosan penting dan mampu mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Maju. Sementara itu para alumni yang tidak hadir secara langsung dan berada di berbagai wilayah Negara Republik Indonesia menyampaikan ucapan selamat secara virtual melalui rekaman video.
Pada kesempatan ini, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc. berkenan membuka rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan UGM yang akan disemarakkan dengan berbagai kegiatan. Puncak acara Dies Natalis akan diselenggarakan pada Bulan Oktober dengan menggelar seminar nasional baik secara Luring maupun Daring. Karya-karya terbaik civitas akademika Fakultas Kehutanan, para alumni, dan kolega dari berbagai institusi akan ditampilkan dalam seminar tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa dan kemajuan pengelolaan hutan Indonesia. Semangat untuk terus berkaya ini kemudian diangkat sebagai slogan Dies ke-57 FKT UGM yaitu “Iso lan gelem kerjo!”
Lebih dari 126 juta hektar terdaftar pada peta resmi Indonesia sebagai hutan. Komposisi hutan tersebut tersusun dari berbagai macam bentuk ekologi yang disebabkan oleh keanekaragaman hayati Indonesia dan juga dari sejarah suatu wilayah. Kita ketahui bersama bahwa sebagai negara bekas jajahan pasti ada peninggalan dari penjajah yang membekas hingga sekarang, salah satunya mengenai pemahaman mengenai hutan. Selain karena pengaruh dari kolonial Belanda, hutan Indonesia telah dipengaruhi oleh rezim internasional, dan juga ada yang mengatakan sebagai hutan politik dengan ciri tertentu. Namun, pada era sekarang, definisi hutan menjadi hal yang harus dipikirkan kembali, karena perspektif terus berkembang dengan keadaan yang ada sekarang ini. Hal itulah yang telah dibahas pada Seminar Online yang diadakan oleh Fakultas Kehutanan UGM pada Kamis (13/8) melalui media Zoom, dengan topik “The Misinterpreted Forest”.

Seminar online kali ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan kerja sama antara Fakultas Kehutanan, UGM dan AIFIS (American Institute for Indonesian Studies). Seminar ini menjadi bentuk kerja sama yang pertama antara Fakultas Kehutanan, UGM dan AIFIS. Kemudian, karena merupakan bentuk kerja sama dari dua lembaga, maka narasumber seminar juga ada dua, yaitu Prof. Dr. Ahmad Maryudi dari Fakultas Kehutanan dan Micah R. Fisher, Ph.D perwakilan dari AIFIS. Moderator dalam seminar online kali ini adalah Emma Soraya, S.Hut., M.Sc., Ph.D., beliau adalah dosen di Fakultas Kehutanan, UGM yang menekuni bidang Sistem Informasi Spasial dan Pemetaan Hutan. Seminar diikuti oleh 98 peserta dari berbagai lembaga. “Harapannya dari seminar ini dapat menambah nuansa keilmuan baru mengenai kehutanan dan lingkungan, serta secara tidak langsung meningkatkan kapasitas kemampuan dari para peserta”, kata Dr. Muhammad Ali Imron selaku wakil dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja sama Fakultas Kehutanan, UGM dalam sambutan pembukaan seminar kali ini.
Seminar online diawali dengan pengantar mengenai topik seminar oleh Emma Soraya, S.Hut., M.Sc., Ph.D.. Beliau menyampaikan bahwa topik kali ini sangat unik, karena selama ini kita menganggap bahwa semua orang memiliki definisi yang sama tentang hutan. Memasuki sesi inti seminar, dimana sesi inti dimulai dari pemaparan materi oleh Micah R. Fisher, Ph.D, kemudian diikuti sesi pembahasan oleh Prof. Dr. Maryudi. Dalam penyampaian materi, Micah memaparkan riwayat penelitian yang dilakukan di Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Beliau melakukan penelitiannya selama 21 bulan, bahkan sampai terlibat langsung dalam pembuatan peraturan desa mengenai hutan adat di Kajang – peraturan desa pertama mengenai pengakuan hutan adat di Indonesia. Dari penelitian tersebut, Micah menyarankan empat tipologi untuk memahami hutan sebagaimana dengan yang dialami secara relasional melalui perspektif lokal, yaitu sebagai state forests, nurturing forests, exploitable forests, and sacred forests. Dengan memusatkan interpretasi hutan dan kehutanan dari perspektif lokal tersebut, Micah menyarankan sudut pandang yang berbeda untuk memikirkan kembali masalah terkait kehutanan di Indonesia. “Kalau perspektif lokal sering dilupakan, apa implikasinya pada sistem kelola hutan di Indonesia?”, tambah Micah pada akhir presentasi.

Pada sesi pembahasan oleh Prof. Dr. Ahmad Maryudi, beliau mengatakan bahwa definisi yang diungkapkan oleh Pak Micah itu sangat menarik, karena ketika kita memandang hutan dari sudut pandang negara masih belum me-elaborasikan masyarakat dan institusi lokal dalam suatu lanskap hutan. Definisi hutan Indonesia dan banyak negara lainnya memang cenderung pada rezim pemanfaatan, namun ada fenomena baru yang menarik di hutan Indonesia, dimana ada suatu klaim yang disebut hutan rakyat, akan tetapi memang saat ini hutan rakyat belum di-akomodir secara penuh oleh negara. Prof. Maryudi juga mengkritisi tipologi hutan yang disampaikan Micah, dimana terdapat ambiguitas pada nurturing forests dan exploitable forests yang sebenarnya mirip dengan hutan dari sudut pandang rezim pemanfaatan, dimana memang diadopsi pemerintah hingga sampai saat ini. Menurut Prof. Maryudi, ada hal menarik, jika memungkinkan dalam mengategorikan hutan dapat didasarkan pada komposisi bio-fisiknya ataupun dari konteks proximity – kedekatan dengan pemukiman. “Jika cara pandang negara dan lokal bisa di-overlapkan akan menarik berkaitan dengan tren baru yaitu social forestry, yang mana kita tahu semua bahwa kita masih terbatas pada rezim produksi, lindung, dan konservasi, dan dari penelitian Micah, ini mungkin bisa menjadi peluang kita untuk mengetahui cara pandang lokal terhadap hutan, “ tambah Prof. Maryudi.
Seminar ditutup dengan pernyataan penutup dari Micah dan Prof. Maryudi, yang mana mereka setuju dengan berbagai sudut pandang hutan dan jika bisa kita bisa menyikapi berbagai perbedaan cara padang itu maka dapat menjadi kunci upaya promosi pengelolaan hutan yang baik dan adil. “Bahwa sekarang memang banyak kasus dan konflik, karena kita kurang sabar untuk duduk bersama mendefinisikan hutan supaya tidak terjadi mis-interpretasi, dan diskusi ini bisa menjadi “pancingan” supaya kita lebih terbuka dan tidak dirugikan dengan salah satu pihak, “ tambah Emma pada sesi penutupan acara.
Link untuk rekaman webinar: https://youtu.be/7UqtkGJwbA0
Hutan tropis Indonesia mempunyai kekayaan flora dan fauna yang tinggi dan merupakan asset yang harus dipertahankan dan dilestarikan guna mendukung kehidupan yang baik di masa mendatang. Disamping itu banyak lahan-lahan di Indoesia yang terdegradasi sehingga perlu adanya rehabilitasi dengan pendekatan silvikultur intensif (SILIN) agar nilai lahan tersebut terus meningkat baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Berkenaan dengan hal tersebut Pusat Kajian Silvikultur Intensif hutan Tropis Indonesia dibentuk agar dapat berkontribusi secara positif untuk meningkatkan kualitas lahan terdegradasi dan kelestarian hutan. Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Dr. Sapto Indrioko Ketua Panitia Seminar Daring yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Silvikultur Intensif Hutan Tropis Indonesia (PK SILIN) Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada pada Rabu, 12 Agustus 2020. Berkenaan dengan hal tersebut PK SILIN Hutan Tropis Indonesia menyelenggarakan seminar daring secara serial dengan topik jenis-jenis potensial untuk mendukung pengelolaan hutan lestari.
Pada Seminar daring seri pertama ini mengambil tema “Pembangunan hutan tanaman Pinus merkusii untuk mendukung pengembangan produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK)”. Seminar daring menghadirkan menghadirkan 3 pembicara, yaitu 1. Prof Dr. Moh. Na’iem dengan paparan berjudul “Strategi Pemuliaan Pinus merkusii untuk Mendukung Pengembangan Produksi Kayu dan Getah”, 2. Dr. Musyafa dengan judul “Perlindungan Hama dan Penyakit Terpadu pada Pinus merkusii” dan 3. Dr. Sigit Sunarta dengan judul “Rendemen Serta Kualitas Gondorukem dan Tarpentim Getah Pinus merkusii”.
Pada seminar daring ini diketahui bahwa pemuliaan Pinus merkusii telah dikembangkan sejak tahun 1976 dengan mengkoleksi 1000 pohon plus pinus yang tersebar diseluruh wilayah hutan alam dan tanaman pinus di Indonesia. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani dan Ditjen RLPS Departemen Kehutanan. Pada fase awal pemuliaan pinus dilakukan untuk menghasilkan pohon yang berkualias baik secara fenotipiknya, demikian disampaikan oleh Prof. Dr. Moh. Na’iem. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa perkembangan pemuliaan pinus merkusii dilakukan dengan memilih pohon-pohon yang menghasilkan getah > 50 gr/pohon/3 hari pengambilan. Pendekatan ini telah dilakukan sejak tahun 2004 dan sudah sampai tahap pengujian klon-klon pinus bocor getah di lapangan. Senada dengan hal tersebut, Dr. Sigit Sunarta menyampaikan bahwa pemilihan pinus bocor getah dihatrapkan akan mendorong peningkatan produksi getah pinus, sehingga Indonesia bias bersaing di pasar global dan dapat menjadi pengekpor getah pinus dan produk turunannya terbesar di dunia. Untuk itu selain pendekatan pemilihan pohon induk pinus bocor getah maka diperlukan pendekatan teknik penyadapan yang tepat baik menggunakan system bor maupun menggunakan stimulant. Akan tetapi capaian penemuan klon bocor getah tersebut diharapkan ditanam dapat pola pertanaman multi klon dan atau dicampur dengan species lain. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan serangan hama penyakit yang dapat menyerang tanaman Pinus, demikian disampaikan oleh Dr. Musyafa. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa pendekatan pengendalian hama penyakit terpadu pada tanaman pinus diharapkan dapat berkontribusi positif untuk menghasilkan tanaman pinus yang sehat dan produktif.
Selanjutnya secara berturut-turut PK Silin akan menggelar diskusi berikutnya dalam rangkaian seminar sebagai berikut : seri 2 mengambil tema perhutanan klon jati, seri 3 dengan tema tantangan dan peluang pengembangan hutan rakyat, seri 4 dengan tema optimasi pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk mendukung industri pulp dan kayu pertukangan dan seri 5 bertema pengelolaan hutan alam tropis untuk mendukung kelestarian produksi dan perlindungan ekosistem. Diskusi tersebut dapat diikuti melalui aplikasi Zoom dan channel youtube Fakultas Kehutanan yaitu Kehutanan ugm atau melalui link: https://www.youtube.com/channel/UCsO1IKEROrXv_mueCxRv6ew
Lebih lanjut, Dr. Sapto Indrioko selaku ketua PK Silin Hutan Tropis Indonesia, menyampaikan bahwa diskusi serial ini diharapkan mampu mendorong semaraknya kajian terhadap species-species komersial yang penting di Indonesia serta mendorong kajian-kajian yang komprehensif dan berkontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan sumberdaya hutan Indonesia.
Wakil Dekan Bidang penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerja Sama, Dr. M Ali Imron menyampaikan perlunya strategi dan pendekatan khusus dalam rangka adaptasi kebiasaan baru dalam pelaksanaan kegiatan Tridarma perguruan tinggi. Kegiatan pembelajaran telah berjalan dengan baik sejak diterapkannya sistem pembelajaran jarak jauh dari awal berjangkitnya wabah Covid-19. Secara teknis, kegiatan pembelajaran jarak jauh di Fakultas Kehutanan UGM telah berjalan dengan memanfaatkan berbagai perangkat pembelajaran daring yaitu menggunakan metode syncronous (Webex, Zoom, dan lain-lain), dan metode asyncronous (university’s e-learning: eLisa, eLok atau e-learning). Kegiatan praktikum yang membutuhkan aktifitas di laboratorium juga telah mulai dilakukan dengan protokol khusus, lanjutnya.
Lebih lanjut, untuk pelaksanaan kegiatan Tridarma di Fakultas Kehutanan UGM seperti kegiatan praktek mahasiswa di luar kota, kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, diperlukan kebijakan khusus dalam rangka tetap menegakkan kewaspadaan dan pengurangan risiko dalam masa pandemi. Kebijakan tersebut diperlukan terkait dengan perjalanan dinas, perjalanan kegiatan mahasiswa di luar kota, serta mekanisme penerimaan tamu dan Kerja sama dengan pihak luar institusi. Oleh karena itu Fakultas Kehutanan UGM telah menerbitkan Surat Edaran No 492/UM/2020 untuk memberikan pedoman dan batas koridor kegiatan dalam rangka pelaksanaan Tridarma di lingkup Fakultas.
Surat Edaran tersebut mengatur prinsip-prinsip yang harus dilakukan oleh civitas akademika Fakultas Kehutanan UGM dalam melaksanakan kegiatan penelitian, perjalanan dinas yang sangat dibutuhkan, serta mekanisme penerimaan tamu dan kerja sama dengan pihak luar Fakultas. Surat Edaran tersebut merujuk pada kebijakan yang berlaku di lingkup Universitas Gajah Mada yang telah dituangkan sebelumnya dalam Edaran Rektor tentang Tatanan Kenormalan Baru di Universitas Gadjah Mada.
“Diharapkan, prinsip-prinsip yang dituangkan dalam surat edaran tersebut dapat mendukung kelancaran kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi di lingkup Fakultas Kehutanan dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan dalam rangka adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi”, tutup Dr. M. Ali Imron.
Berikut link Surat Edaran Dekan Fakultas Kehutanan UGM tentang KBM masa pandemik covid-19:
Surat Edaran KBM masa pandemik covid-19 Fakultas Kehutanan UGM
Fakultas Kehutanan UGM menyediakan fasilitas untuk karantina mandiri bagi warga Gunungkidul dengan hasil rapid test reaktif Covid-19 di Hutan Pendidikan Wanagama I. Hal ini menjadi bagian dari pengabdian tiada henti Hutan Wanagama I bagi warga Gunungkidul. Tidak hanya keberhasilan rehabilitasi lahan kritis yang telah menyumbang perbaikan ekosistem serta memotivasi masyarakat dalam mengelola hutan, Wanagama terus berkontribusi di masa pandemi ini. Jumat, 21 April 2020 menjadi momentum bagi Wanagama I bersama Kabupaten Gunungkidul dalam menghadapi pandemi covid-19.
Hutan Wanagama I menyediakan tempat karantina mandiri berupa 8 paviliun yang biasa dikenal sebagai rumah peneliti atau pondok peneliti. Sebuah fasilitas yang biasanya digunakan oleh para peneliti yang sedang melakukan penelitian di Hutan Pendidikan Wanagama dan wilayah sekitarnya. Setiap paviliun dilengkapi dengan berbagai fasilitas diantaranya 2 kamar tidur dengan toilet dalam, dapur, dan ruang bersama. 7 paviliun akan difungsikan sebagai tempat karantina, dan 1 paviliun sebagai pos tenaga medis dan logistik. Jumlah tempat tidur yang dapat digunakan untuk karantina ini berjumlah 50 tempat tidur.
Paviliun Hutan Pendidikan Wanagama I berada di Desa banaran, kec. Playen, Gunungkidul dengan suasana yang tenang, sejuk, dan asri. Isolasi mandiri warga yang reaktif terhadap covid-19 di paviliun ini, diharapkan mampu mengurangi resiko penularan dan mengurangi dampak psikis yang negatif. Rumah sakit rujukan covid-19 yang mendukung karantina mandiri ini diantaranya adalah RSUD Wonosari dan RS Panti Rahayu. Warga dengan hasil rapid test reaktif covid 19 yang semakin bertambah hingga saat ini, akan ditampung di lokasi karantina Wanagama I. Sedangkan, pasien yang positif covid-19 akan dirawat secara intensif di Rumah Sakit. Hal ini diharapkan mampu mendukung kebutuhan tempat untuk proses pemeriksaan warga reaktif terhadap covid-19 hingga keluarnya hasil uji sampel swab.
Terhitung sejak Kamis (21/5), Rumah peneliti di Hutan Wanagama I akan menampung warga Gunungkidul dengan hasil rapid test reaktif Covid-19. Hal ini diawali dengan penandatanganan MOU antara UGM dengan Pemerintah Kab. Gunungkidul yang diwakili oleh Wakil Bupati (Dr. Immawan Wahyudi, M.H.) dengan rektor UGM (Prof. Ir. Panut Mulyono, D.Eng., M.Eng., IPU, ASEAN Eng.). Penandatanganan MOU ini diikuti dengan penandatangan rencana kerjasama antara Sekretaris daerah Gunungkidul (Ir. Drajad Ruswandono, MT.) dengan Dekan Fakultas Kehutanan UGM (Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc.) tentang dukungan Wanagama I terhadap Kesehatan Masyarakat melalui salah satu fungsi hutan yang dikenal dengan Forest Healing. Suasana di Hutan Wanagama I yang tenang serta pemandangan hutan yang asri akan menjadi terapi positif bagi warga yang menjalani karantina.
Sapa Alumni Fakultas Kehutanan bersama Dr. Budiadi, S.Hut, M.Agr.Sc. ( Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ) dan Ir. Hartono, M.Sc. ( Ketua Umum KAGAMAHUT )
Pelestarian hutan pegunungan menjadi tanggung jawab para pihak demi menjaga lanskap dan keanekaragaman hayati asli pegunungan (indigenous species), serta mengatur sumber mata air. Sivitas akademika, pengelola taman nasional, pejabat, dan masyarakat perlu berkolaborasi serta berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu, Fakultas Kehutanan UGM menyelenggarakan Kuliah Tamu Dendrologi Seri 2 dengan mengundang Dr. Ichsan Suwandi, S.Hut., M.P. dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB guna penjelasan tentang flora hutan pegunungan. Kuliah tamu ini diselenggarakan via Webex UGM (online) karena keharusan menjaga jarak selama pandemi COVID-19. Peserta yang berpartisipasi hampir mencapai 200 ID Webex dari seluruh Indonesia, 16 April 2020. Utamanya mahasiswa dari Prodi Kehutanan Fakultas Kehutanan UGM, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB dan Prodi Kehutanan Fakultas Pertanian UNS. Selain itu, turut serta pula beberapa dosen, pejabat pemda, serta pegawai perusahaan kehutanan dan taman nasional.
Kuliah Tamu Dendrologi Seri 2 dimoderatori oleh dosen Mata Kuliah Dendrologi Fakultas Kehutanan UGM, Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D., dengan didampingi Dr. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, S.Hut., MP., Dr. Winastuti Dwi Atmanto, MP., dan Fiqri Ardiansyah, S.Hut., M.Sc. Dalam presentasi yang didominasi tampilan visual, Ichsan menguraikan karakter morfologi dan manfaat dari jenis pohon saninten (Castanopsis argentea), ki hiur (C. javanica), pasang (Lithocarpus sundaicus), manglid (Magnolia sumatrana var glauca), jamuju (Podocarpus imbricatus), huru (Litsea javanica), ki lemo (L. cubeba), medang (Persea rimosa), dan cantigi (Vaccinium varingifolium).
Materi presentasi berbasis powerpoint yang berjudul “Hutan Pegunungan: Jenis Flora dan Manfaatnya” disajikan melalui fasilitas sharing secara online. Mahasiswa dapat mencermati pada layar laptop dan HP di rumahnya masing-masing. Keberanian mahasiswa dalam bertanya terlihat meningkat melalui chat di layar Webex.
“Mahasiswa aktif bertanya. Bahkan beberapa pertanyaan belum dapat dijawab karena waktu terbatas,” ungkap Atus.
Hal senada disampaikan oleh Ridla Arifriana, salah satu peserta kuliah online, selaku dosen Prodi Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi UGM.
“Banyak sekali mahasiswa yang antusias bertanya. Saya appreciate,” jelas Ridla.
Peserta mengakui bahwa Kuliah Tamu Dendrologi memberikan banyak manfaat dan wawasan baru.
“Sangat keren dan materi yang dipaparkan mudah dipahami,” kata Abdul Rahman Sidiq, alumni Sekolah Vokasi UGM yang aktif pula di Mahasiswa Pencinta Alam UGM (Mapagama). Kepala Bidang LITBANG BAPPELITBANG Ngawi, Sargian Januardy, SH., MH. yang berkenan turut serta kuliah jarak jauh dari Kabupaten Ngawi Jawa Timur secara gamblang mengutarakan keinginannya untuk mengikuti kembali kuliah tamu serupa.
“Kalau ada lagi saya mau ikut lagi. Kuliah tamu online ini bagus, menarik, dan dapat ilmu baru,” jelas kepala bidang yang aktif membantu KKN PPM UGM di Desa Girikerto, Sine dan turut memperhatikan kondisi Hutan Pendidikan UGM di Getas.
Penyelenggaraan kuliah jarak jauh telah sesuai dengan himbauan Dirjen DIKTI Kemendikbud selama pandemi COVID-19. Model kuliah seperti ini menjadi salah satu solusi dalam rangka mendapatkan ilmu pengetahuan baru dengan senantiasa taat aturan pemerintah untuk menjaga jarak demi kesehatan diri masing-masing.